![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgN3nN08rb0JTfrMI2EY7nv10ihprSFGnjYRiJMEdJg1BgGDZXJcoUrrAOhev2F0_oGvNNB5JL5tEx6C20TBbzw3mCYlMeF469QXT-Ykv_dYAnRvTE4QpfV7G-YSlkOYbYmwY4E7nEoet8/s1600/hh.jpeg)
1.
Ilmu
Carilah terus ilmu tentang hati,
keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati, bagaimana perilaku dan
tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya. Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan
adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji
tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan ilmu
hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dengan cara
berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini dengan benar
dan ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi, ilmu
hati yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki kekuatan
ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh
karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.
2.
Riyadhah atau Melatih Diri
Seperti kata pepatah, “alah bisa karena
biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah satunya karena
terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati
ini, ternyata akan mampu dilakukan
dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan riyadhah (latihan). Adapun bentuk latihan diri yang dapat kita lakukan untuk
menggapai bening hati ini adalah
Menilai kekurangan atau keburukan diri.
Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita
tidak tahu apa-apa yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita memperbaiki
diri kalau kita tidak tahu apa yang harus diperbaiki. Maka hal pertama yang
harus kita lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur
mengenal diri sendiri, dengan cara
Memiliki
waktu khusus untuk tafakur.
Setiap ba’da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak?
Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur atau tidak?
Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui
diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang
kekurangan-kekurangan diri kita, (tentu saja tidak perlu kita beberkan pada
orang lain). Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini merupakan modal yang
teramat penting sebagai langkah awal kita untuk memperbaiki diri kita ini
Memiliki
partner.
Kawan
sejati yang memiliki komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk
kebaikan bersama yang memiliki komitmen
untuk saling mewangikan, mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi
cermin bagi satu yang lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan
niat dan cara yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang
akhirnya terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak,
atau kawan-kawan lain yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri.
Buatlah prosedur yang baik, jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan masukan
yang berharga tentang diri ini dari partner kita, kita juga bisa menikmati
proses ini secara wajar.
Mamfaatkan
orang yang tidak menyukai kita.
Mengapa?
Tiada lain karena orang yang membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang
lebih dibanding orang yang lain dalam menilai, memperhatikan, mengamati,
khususnya dalam hal kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin,
tenang, tanpa sikap yang berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia
Allah yang perlu kita optimalkan
keberadannya. Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang mereka
lakukan, menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan untuk
dimaafkan, dan bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya justru oleh aneka
kebaikan. Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita.
Kerugian adalah ketika kita berbuat
kejelekkan kepada orang lan.
Tafakuri
kejadian yang ada di sekitar kita.
Kejadian di negara, tingkah polah para pengelola negara, akhlak pipmpinan
negara, atau tokoh apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yang dapat
kita pelajari dan tafakuri dari mereka, baik dalam hal kebaikan ataupun
kejelekkan/kesalahan (tentu untuk kita hindari kejelekkan/kesalahan serupa).
Selain itu, dari orang-orang yang ada di sekitar kita, seperti teman, tetangga,
atau tamu, yang mereka itu merupakan bahan untuk ditafakuri. Mana yang
menyentuh hati, kita menaruh rasa hormat, kagum, kepada mereka. Mana yang akan
melukai hati, mendera perasaan, mencabik qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan
contoh, bahan perhatian, lalu tanyalah pada diri kita, mirip yang mana? Tidak
usah kita mencemooh orang lain, tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut dan
cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yang dianggap melukai, seperti
yang kita rasakan, kepada sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang dianggap
mengagumkan, kepada perilaku kita spereti yang kita kagumi tersebut.
Mudah-mudahan dengan riyadhah tahap awal ini kita mulai mengenal, siapa
sebenarnya diri kita? ***
0 komentar:
Posting Komentar